Kepemimpinan adalah amanah. Siapa yang
benar dalam memanggul amanah tersebut, Allah Ta’ala telah menyediakan balasan
yang agung, kelak di Hari Kiamat. Sebaliknya, siapa yang ingkar janji, khianat,
menipu, pencitraan belaka, sehingga kebijakannya merugikan diri sendiri dan
rakyat yang dipimpinnya, Allah Ta’ala akan berikan siksa yang pedih di akhirat.
Salah satu pemimpin adil sepeninggal
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam adalah Khalifah kedua kaum Muslimin,
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau adalah manusia terbaik setelah
Abu Bakar ash-Shiidiq dan menjadi salah satu kampium sahabat Nabi yang berhak
mewarisi surga.
Umar yang berjuluk al-Faruq itu, yang
jika melewati sebuah jalan, maka setan akan memilih jalan yang lain sebab takut
kepada Umar, adalah salah satu teladan kepemimpinan yang belum ditemui
tandingannya hingga kini. Padahal, Umar bin Khaththab menemukan Islam di tengah
‘jalan’.
Dalam sebuah
inspeksinya hari itu, Umar bin Khaththab bertemu dengan salah satu rakyatnya
yang tengah mabuk. Umar pun menangkapnya untuk memberikan hukuman.
Namun, atas
perlakuan tersebut, rakyatnya yang pemabuk itu tidak terima. Amarahnya
meledak-ledak. Umar dijadikan sasaran. Maka lantaran tak sadarkan diri,
keluarlah seluruh kalimat sumpah serapah, hinaan, caci maki, umpatan dan
kalimat sampah lainnya untuk Khalifah yang dua kali menjadi menantu Rasulullah
tersebut.
Yang
mengejutkan, meski Umar memiliki kuasa; bahkan ia bisa melakukan tindakan
terburuk kepada pemabuk yang telah menghinanya itu, Umar justru bermurah hati. Ia
diam, tak menanggapi perkataan pemabuk itu. Justru, Umar segera membebaskannya.
Aneh.
Melihat
kejanggalan itu, ada yang bertanya kepada Sang Khalifah, “Ya Amirul Mukminin,
mengapa setelah dicaci, engkau justru melepaskan orang itu?”
“Aku
membiarkannya karena ia telah membuatku marah,” jawab Umar datar. “Andai aku
tetap menghukumnya,” lanjutnya kemudian, “berarti amarahku telah mengalahkan
jiwaku.” Umar sengaja melepaskannya, karena ia tak mau mengotori dirinya dengan
dendam dan kebencian. Ia telah keluar dari sifat kebinatangan menuju sifat
mulia yang tak dimiliki oleh kebanyakan manusia lainnya.
“Aku tak ingin,”
lanjut Umar agak berat, “jika aku memukul seorang muslim,” hentinya sejenak,
“terdapat nafsuku di dalamnya.”
Duhai, mulianya
Umar bin Khaththab. Beliaulah salah satu Khalifah kebanggaan kaum muslimin.
[Pirman]
Tag :
Kisah-kisah
0 Komentar untuk "Khalifah umar bin khattab dimarahi pemabuk"